TRADISI KUPATAN

I REALLY LIKE THIS LINK




السلام عليكم ورحمة اللّٰه وبركاته
بسم اللّٰه الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العلمين
والصلاة والسلام على سيدنا محمد
وعلى اله وصحبه اجمعين
امابعد


Tradisi Kupatan Bentuk Sublimasi Ajaran Islam
(Ilustrasi tradisi kupatan)

Budayawan Zastrouw Al-Ngatawi menegaskan, tradisi kupatan merupakan bentuk sublimasi (perubahan ke arah satu tingkat lebih tinggi) dari ajaran Islam dalam tradisi masyarakat Nusantara. Hampir tak ada bukti tertulis yang bisa dijadikan rujukan mengenai tradisi kupatan.

Semua referensi hanya berdasar cerita tutur (foklor) yang berkembang di masyarakat di era Wali Songo yang kemudian ditulis. Adapun momentum setelah melaksanakan puasa enam hari di bulan Syawal atau Syawalan dikenal dengan lebaran ketupat atau tradisi kupatan.

“Jelas di sini terlihat tradisi ketupat sebagai rangsangan melaksanakan hadits Nabi mengenai puasa sunnah di bulan Syawal,” ujar Zastrouw kepada NU Online, Senin (3/7).
Menurut Ketua Lesbumi PBNU periode 2010-2015 itu, tradisi ini kemudian dijadikan sarana oleh Wali Songo untuk mengenalkan ajaran Islam mengenai cara bersyukur kepada Allah, bersedekah, dan bersilaturrahim di hari lebaran.

Filosofi ketupat

Zastrouw menjelaskan, secara filosofis tradisi ketupat berasal dari kiroto boso (akronim) Jawi dari kata kupat yang berarti ngaku lepat (mengaku salah). Melalui tradisi ketupat ini manusia diingatkan agar pada saat lebaran saling mengakui kesalahan.

Kupat juga sering dimaknai sebagai simbol kata khufadz yang berarti menjaga. Maksudnya orang yang sudah mengakui kesalahan hendaknya menjaga diri agar tidak melakukan kesalahan lagi.

Ketupat terbuat dari janur dari kiroto boso jaa nur yang berarti datangnya cahaya. Maksudnya orang yang telah mengakui kesalahan dan bisa menjaga diri dari kesalahan akan memperopeh cahaya kehidupan.
Ketupat berbentuk segi empat melambangkan empat arah mata angin (kiblat papat). Maksudnya dari empat penjuru mata angin manusia ada yang menjaga dan mengikuti yang dikenal dengan sebutan sedulur papat dalam pandangan kosmologi manusia Nusantara.

“Pandangan ini kemudian digunakan untuk mentrasformasikan ajaran Islam mengenai adanya malaikat pencatat amal yang selalu mengikuti perjalanan hidup manusia,” kata Zastrouw.
Melalui tradisi ketupat, imbuhnya, Wali Songo mengingatkan bahwa kehidupan ini senantiasa diawasi dan dicatat oleh malaikat atau sedulur papat.

Selain dalam kosmologi Jawa juga ada istilah limo pancer sebagai pengendali dan pusat dari sedulur papat. Limo pancer bermakna diri pribadi manusia itu sendiri beserta seluruh amal perilakunya.
Oleh para wali kemudian disimbolisasikan dengan lepet yang menjadi pasangan dari kupat. Lepet ini berbentuk bulat panjang mencerminkan bahwa diri manusia harus tegak lurus secara vertikal menuju Allah.

Ada juga yang menaknai simbol kupat dan lepet merupakan transformasi dari simbol lingga yoni. Lepet sebagai simbol yoni yang tegak luruh vertikal sebagai cermin hubungan pada Allah. Kupat sebagai transformasi simbol lingga-lingga.

“Pertemuan lingga yoni akan melahirkan kehidupan, harmoni dan keseimbangan,” tutur Zastrouw yang juga Pimpinan Grup Musik Religi Ki Ageng Ganjur ini.

Dengan demikian, tandas Zastrouw, tradisi kupatan juga memiliki makna menjaga harmoni dan keseimbangan untuk menjaga dan menumbuhkan kehidupan baru. Hal ini sesuai dengan ajaran Islam mengenai tawassuth (moderat), tasammuh (toleran), tawazzun (proporsional), dan i'tidal (adil).

Kunjungi website kami klik tautan - link di bawah ini :




Bagikan lewat WHATSAPP yuk !!!!!!!


Rasulullah SAW bersabda :"Barang siapa yang menyampaikan 1 (satu) ilmu saja dan ada orang yang mengamalkannya,maka walaupun yang menyampaikan sudah tiada (meninggal dunia), dia akan tetap memperoleh pahala." (HR. Al-Bukhari)



TETAPLAH MEMBERI NASEHAT, WALAUPUN ENGKAU SENDIRI BANYAK KEKURANGAN


✍🏻 Al-Imam Ibnu Rajab al-Hanbaly rahimahullah berkata:



لو لم يعظ إلا معصوم من الزلل، لم يعظ الناس بعد رسول الله صلى الله عليه وسلم أحد، لأنه لا عصمة لأحد بعده.


"Seandainya tidak boleh memberi nasehat kecuali seseorang yang terjaga (ma'shum) dari kekurangan, niscaya tidak akan ada seorang pun yang menasehati orang lain selain Rasulullah shallallahu alaihi was sallam, karena tidak ada yang ma'shum selain beliau."



Lathaiful Ma'arif, hlm. 19




 
 



Bagikan dengan cara klik tombol Facebook, twitter, Goggle+, Pinterest, Blogger, Email dibawah ini  :




Subscribe to receive free email updates: