Penahanan Ahok Panas Lagi - UMATUNA

[ INDRISANTIKA KURNIASARI ]
Berikut Ini Adalah Kontent Dari UMATUNA Yang Mana Memojokan Pemerintahan - Apa yang anda baca dibawah hanya artikel spinner dengan judul provokatif mirip kasus buniyani, artikel sama dengan judul yang berbeda bisa menimbulkan sebuah Prahara.. Simak Baik Baik - kelucuan dari artikel artikel bertema islami tapi tidak justru mencerminkan sikap teror dan sikap munafik yang menjelekan islam secara luas. - sungguh mereupakan situs radikal hoax, yang harus dibasmi, ini merupakan konten baru - untuk konten konten lama - portal-piyungan yang sudah berubah nama menjadi portal-islam dan posmetro yang diketuai oleh adbul hamdi mustafa dari kota tempat teroris ditangkap kapan lalu payakumbuh, serta , beritaislam24h yang berubah nama menjadi opini bangsa, kini situs ini ditemukan berkat INDRISANTIKA KURNIASARI yang menghilang karena ketakutan - yang mana biasanya menyebarkan konten dari UMATUNA dan GEMARAKYAT. dan sudah dipastikan adalah situs situs besutan untuk memecah belah - SELAMAT MEMBACA
Umatuna.com - Proses ditahannya Ahok kembali jadi barang panas. Soalnya, kemarin, Mahkamah Konstitusi mulai menggelar sidang uji materi soal pasal yang jadi landasan hakim menahan eks gubernur Jakarta itu, usai divonis bersalah dalam kasus penistaan agama.

Seperti diketahui, penahanan Ahok alias Basuki Tjahaja Purnama dinilai janggal oleh beberapa pihak. Karena itu, seorang bernama Zain Amru Ritonga, anggota Organisasi Advokat Indonesia, mengajukan gugatan uji materi atas Pasal 193 ayat 2 huruf a KUHAP yang menjadi landasan hakim dalam menahan Ahok. Uji materi didaftarkan sejak 23 Mei 2017.

Pasal itu digunakan Pengadilan Negeri Jakarta Utara untuk menahan Ahok. Kuasa hukum pemohon, Bonget Jhon Sihombing menyebut, Pasal 193 ayat 2 huruf a dinilai telah bertentangan dengan pandangan atau aliran, pikiran, nilai, jiwa, dan semangat UUD 1945 sebagaimana Pasal 28D ayat 1 dan Pasal 1 ayat 3.

Menurut penggugat, pasal yang digunakan untuk menahan Ahok menimbulkan perbedaan penafsiran atau multitafsir dan perbedaan pendapat yang luas. Pengadilan memutuskan terdakwa ditahan. Padahal selama proses persidangan, suami Veronica Tan itu tidak ditahan.

"Maka banyak pihak yang beranggapan, terdakwa yang diputus berdasarkan Pasal 193 ayat 2 huruf a tersebut tidak boleh ditangguhkan penahanannya, walaupun masih ada proses banding. Namun, di sisi lain ada yang berpendapat masih bisa ditangguhkan penahanannya," ujar Boget dalam sidang perdana gugatan itu di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, kemarin.

Selain multitafsir, penggugat juga menilai Pasal 193 ayat 2 huruf a KUHAP telah bertentangan dengan prinsip praduga tidak bersalah. Kemudian, apa yang diputuskan hakim di luar kebiasaan, yakni tidak langsung menahan terdakwa.

Maka penggugat berpendapat, Pasal 193 ayat 2 huruf a KUHAP membuka peluang terjadinya pelanggaran terhadap hak persamaan di muka hukum. Di mana, hakim pengadilan negeri secara subjektif dan dapat menahan terdakwa yang sebelumnya tidak ditahan pada saat dijatuhkannya putusan.

"Faktanya, terdapat pembedaan atau disparitas putusan. Selama ini lebih banyak hakim pengadilan negeri tidak melakukan penjatuhan putusan penahanan terhadap terdakwa yang selama proses persidangan tidak ditahan," terang Bonget.

Namun dalam kasus Ahok, terdakwa ditahan pada saat penjatuhan putusan dengan dasar pertimbangan Pasal 193 ayat 2 huruf a KUHAP.

Sidang pendahuluan yang dipimpin Hakim Konstitusi Prof Saldi Isra ini akan dilanjutkan pada 3 Juli dengan agenda memperbaiki permohonan.

Salah satu advokat dari Organisasi Advokat Indonesia, Virza Roy menyebut, penahanan Ahok setelah dia menyatakan banding di sidang adalah janggal. "Hal ini tidak biasa terjadi," ujarnya.

Pendapat lain menganggap putusan terhadap Ahok mengebiri hak terdakwa yang telah mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi. "Terdakwa memiliki hak untuk dianggap tak bersalah sepanjang belum ada keputusan berkekuatan hukum tetap yang menyatakannnya dirinya bersalah, sesuai dengan asas praduga tak bersalah," tegas Virza.

Sementara pendapat kedua menyatakan, penahanan Ahok tidak dapat ditangguhkan dalam proses banding sebelum adanya putusan lain yang membatalkan putusan Pengadilan Negeri.

Perbedaan tafsir ini dianggap menimbulkan ketidakpastian hukum yang diatur dalam Pasal 28 D ayat 1 UUD 1945 dan Pasal 1 ayat 3 UUD 1945. Dalam berkas uji materi, mereka memohon hakim agar menyatakan pasal 193 ayat 2 huruf a KUHAP tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan bertentangan dengan UUD 1945.

Meskipun belakangan Ahok telah mencabut gugatan sidang dan hukumannya menjadi berkekuatan hukum tetap, Virza menyatakan uji materi yang diajukan masih kontekstual. "Ketidakpastian hukum ini berpotensi melanggar hak-hak siapapun untuk mendapatkan jaminan atas kepastian hukum yang adil," tandasnya. (rmol)

http://www.umatuna.com/ noreply@blogger.com (Admin Umatuna) June 14, 2017 at 04:15PM

Subscribe to receive free email updates: